Mereka Tidak Malas Tetapi Sistem yang Membuat Mereka Berhenti Memberi Lebih

Di banyak hotel, mulai dari properti bintang tiga hingga hotel luxury, terdapat satu fenomena sunyi dalam industri hospitality yang kerap disalahpahami oleh manajemen tingkat atas dan pemangku kepentingan operasional.

Secara operasional, semuanya terlihat normal. Staf tetap datang tepat waktu. Seragam mereka rapi. Seluruh pekerjaan dasar atau checklist operasional diselesaikan dengan baik. Laporan harian menunjukkan indikator hijau dan performa terlihat stabil.

Namun, jika Anda mencermatinya lebih dekat, ada satu elemen penting yang perlahan menghilang: jiwa pelayanan dan keterlibatan emosional staf.

Tidak ada lagi inisiatif ekstra untuk menciptakan pengalaman tamu yang berkesan. Tidak ada lagi antusiasme untuk membantu departemen lain tanpa diminta. Tidak ada lagi usaha “sedikit lebih” yang sebelumnya mendorong tamu memberikan ulasan bintang lima dengan menyebut nama staf secara spesifik.

Banyak pemimpin secara gegabah menyimpulkan kondisi ini sebagai menurunnya etos kerja atau bahkan melabelinya sebagai fenomena “Generasi Z yang malas”.

Padahal, realitanya jauh lebih kompleks dan bersifat sistemik. Staf Anda tidak malas. Mereka hanya berhenti melakukan overdeliver. Mereka sedang mempraktikkan apa yang dalam manajemen sumber daya manusia dikenal sebagai minimal compliance.

 

Membedakan Jobdesk dan Overdeliver dalam Operasional Hotel

Untuk memahami fenomena ini secara objektif, kita perlu jujur membedakan dua hal yang sering dikaburkan oleh manajemen hotel, yaitu kewajiban profesional dan pilihan emosional.

Jobdesk (Kewajiban)
Adalah seluruh tanggung jawab yang tertulis di dalam kontrak kerja. Menyambut tamu, membersihkan kamar sesuai standar layanan, memproses check-in dan check-out. Ini adalah transaksi profesional: perusahaan membayar, pekerjaan diselesaikan sesuai SOP.

Overdeliver (Pilihan)
Adalah kontribusi tambahan yang diberikan staf ketika mereka masih peduli. Mengingat preferensi bantal tamu, mengantisipasi kebutuhan sebelum diminta, atau memberikan atensi personal yang hangat dan tulus.

Overdeliver adalah hadiah emosional dari staf kepada perusahaan. Hadiah ini hanya muncul ketika seseorang merasa dihargai, merasa aman secara emosional, dan percaya bahwa usaha ekstra mereka memiliki makna serta pengakuan.

Ketika faktor-faktor emosional ini menghilang, staf akan menarik kembali hadiah tersebut. Yang tersisa hanyalah kerangka kerja yang kaku, mekanis, dan sepenuhnya transaksional.

 

Jebakan Performance Punishment, Saat Extra Effort Menjadi Beban

Mengapa staf yang dulunya rajin dan proaktif perlahan berubah menjadi pasif? Jawabannya sering kali terletak pada bagaimana sistem manajemen memperlakukan karyawan yang berprestasi.

Masalah mulai muncul ketika overdeliver tidak lagi diperlakukan sebagai nilai tambah yang patut dihargai, melainkan dianggap sebagai ekspektasi default atau standar baru. Dalam praktiknya, staf yang proaktif justru sering “dihukum” dengan beban kerja yang lebih banyak.

“Kamu kan gesit, tolong handle section ini juga ya.”

“Kamu kan jago handle komplain, tamu yang marah ini kamu saja yang urus.”

Semua ini terjadi tanpa kompensasi tambahan, tanpa pengakuan yang setara, dan sering kali tanpa ucapan terima kasih. Tanpa disadari, manajemen mengirimkan pesan berbahaya: “Usaha ekstra Anda tidak istimewa. Itu hanyalah standar baru bagi Anda.”

Di titik inilah mekanisme pertahanan diri mulai bekerja. Staf belajar bahwa menjadi terlalu rajin justru akan menyusahkan diri sendiri dalam jangka panjang.

 

The Psychology of Withdrawal, Bukan Malas, Tapi Bertahan

Keputusan untuk masuk ke mode minimal compliance hampir tidak pernah terjadi dalam satu malam. Ia merupakan akumulasi dari kekecewaan emosional yang terus menumpuk.

Saat usaha ekstra tidak lagi dihargai.
Saat kelelahan fisik dianggap sebagai kurangnya komitmen.
Saat batas pribadi atau work boundaries terus dilanggar atas nama loyalitas perusahaan.

Staf tidak berhenti bekerja. Mereka tetap profesional. Namun mereka berhenti memberi lebih. Ini adalah bentuk Emotional Intelligence yang bekerja sebagai mekanisme perlindungan diri. Mereka memilih bekerja “cukup”. Tidak kurang agar tidak dipecat, tetapi juga tidak lebih agar tidak dimanfaatkan.

Bukan karena mereka tidak mampu, melainkan karena mereka ingin bertahan hidup secara mental di lingkungan kerja yang mereka anggap semakin eksploitatif.

 

The Invisible Leak in Guest Experience

Bagi General Manager atau Owner yang hanya melihat laporan angka, kondisi ini mungkin tidak terlihat mendesak. Namun inilah kebocoran tak terlihat (invisible leak) yang perlahan menggerogoti profitabilitas hotel. Dampaknya langsung terasa pada quality of service dan guest experience.

Service menjadi robotik
Pelayanan tetap “oke” dan sesuai SOP, tetapi kehilangan sentuhan manusia yang hangat dan personal.

Hilangnya Wow Factor
Tamu tidak akan komplain, namun mereka juga tidak akan terkesan. Mereka berubah menjadi tamu transaksional, bukan tamu loyal.

Upselling Menurun
Menawarkan produk tambahan membutuhkan energi dan antusiasme. Staf yang disengaged tidak akan terdorong untuk melakukan upselling.

Inilah harga mahal dari hilangnya discretionary effort atau usaha sukarela. Hotel perlahan kehilangan jiwa hospitalitasnya.

 

Ini Masalah Sistem, Bukan Individu

Jika Anda merasakan atmosfer ini di properti Anda, berhentilah menyalahkan staf.

Hotel yang bergantung pada budaya overdeliver tanpa diimbangi dengan sistem penghargaan yang adil, kejelasan batas kerja, dan rasa keadilan, sesungguhnya sedang menguras energi timnya sendiri.

Masalahnya bukan pada generasi baru yang lembek. Masalahnya terletak pada sistem manajemen lama yang menganggap energi manusia sebagai sumber daya tak terbatas yang dapat diperas terus-menerus. Dan hukum alam selalu berlaku: manusia akan menarik diri ketika merasa dieksploitasi.

Pemimpin yang matang tidak akan bertanya, “Kenapa staf sekarang hitung-hitungan?”
Sebaliknya, mereka akan berani bertanya, “Apa yang salah dalam sistem kami hingga orang-orang baik ini berhenti peduli?”

Ingat, overdeliver tidak bisa dipaksa melalui SOP.
Ia hanya bisa dipancing keluar melalui trust, respect, dan keadilan sistemik.

Ingin membangun tim hotel yang tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga peduli secara emosional? Temukan talenta profesional dengan mindset yang tepat, dan pastikan sistem Anda siap menghargai mereka. Mulai pencarian Anda melalui HotelJob.id.

Related Jobs